KABAR ALAM - Pemerintah memberian perhatian khusus terhadap praktik penambangan ilegal karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian Pertambangan Tanpa Izin (PETI), di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Permasalahan tambang ilegal ini terjadi menahun dan tak kunjung usai di berbagai daerah. Diperlukan kolaborasi berbagai pihak dan komitmen yang kuat dari pemerintah, penegak hukum dan pihak terkait lainnya.
PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan Merugikan bagi pemegang izin pertambangan yang resmi/sah (potensi kerugian pada 16 wilayah Kontrak Karya tahun 2019 Rp1,6 triliun; estimasi 2022 Rp3,5 triliun).
Dari sisi lingkungan, PETI akan berpotensi terjadi kerusakan lingkungan hidup (menimbulkan potensi bahaya banjir, longsor, mengurangi kesuburan tanah), serta dapat merusak hutan apabila berada dalam kawasan hutan dengan estimasi biaya pemulihan lingkungan ditanggung negara Rp1,5 triliun.
Baca Juga: KKP Hentikan Proyek Reklamasi Tambang Nikel Di Morowali, Ini Alasannya
Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.
Hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah good mining practice yang harus dipatuhi oleh seiap perusahaan pertambangan.
Upaya Pemerintah Menanggulangi PETI
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan dalam kesempatan diskusi daring bertajuk "Sarasehan Sinkronisasi Tata kelola Pertambangan Mineral Utama Perspektif Politik, Hukum dan Keamanan" yang menyebutkan bahwa pemerintah melakukan pendekatan baru dalam mencegah PETI dan perlunya sinergitas dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) atau pemerintah daerah.
Langkah yang ditempuh yaitu meminta pemerintah daerah memberikan rekomendasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan memberikan kemudahan penerbitan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).
"Saat ini teridentifikasi PETI sebanyak 2.741 lokasi dan WPR yang telah ditetapkan 1.092 lokasi. Masih ada sisanya sekitar 1600 lokasi yang perlu diselesaikan," terang Arifin dalam acara diskusi daring yang di inisiasi oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Hotel Grand Sahid Jaya Jakata, Selasa (21/3).
Baca Juga: Perusahaan Tambang Wajib Kantongi PKKPRL, Menteri Trenggono Jamin Prosesnya Tidak Lama
Selain itu, pemerintah juga memperluas cakupan wilayah pertambangan rakyat. Dalam UU Nomor 3/2020, kegiatan pertambangan rakyat bisa dilakukan di wilayah seluas maksimal 100 hektar (Ha) dan paling dalam 100 Ha. Sementara ketika UU No 4/2009 masih berlaku, rakyat hanya bisa menambang di wilayah seluas dan sedalam maksimal 25 Ha.
Artikel Terkait
Profil PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), Perusahaan Tambang di Morowali Utara Lokasi Bentrokan Pekerja
Pj Gubernur Bangka Belitung Ajak Semua Pihak Duduk Bersama, Atasi Tambang Timah Ilegal
Perusahaan Tambang Wajib Kantongi PKKPRL, Menteri Trenggono Jamin Prosesnya Tidak Lama
KKP Hentikan Proyek Reklamasi Tambang Nikel Di Morowali, Ini Alasannya