KABAR ALAM – Baru-baru ini, beberapa influencer Indonesia menjadi sorotan karena konten yang mempertontonkan primata. Mengutip unggahan akun Instagram @primatesfromtheworld pada 13 Maret 2023, para influencer ini dianggap mengeksploitasi primata dengan tujuan memperoleh views dan likes.
Setelah viralnya video Alshad Ahmad yang berpose dan berinteraksi dengan orangutan di Safari World Bangkok, akun @primatesfromtheworld mencari tahu lebih jauh dan kaget ketika mengetahui Alshad Ahmad bukan satu-satunya influencer Indonesia pemelihara primata.
Beberapa influencer lain juga memelihara primata, kebanyakan bayi makaka (Macaca), di antaranya Irfan Hakim, Audrey A., dan Rexie Vincie.
Disebutkan bahwa para influencer tersebut adalah pembeli atau penjual satwa liar dan menjadikan primata sebagai sumber konten media sosial.
Baca Juga: Hari Primata Indonesia 30 Januari: Sejarah, Tujuan, dan Makna di Balik Perayaannya
Praktik seperti ini adalah salah dipandang dari perspektif konservasi satwa liar yang sesungguhnya.
Para influencer tersebut juga dikatakan bukan konservasionis atau ahli primata sehingga menjadi pertanyaan kenapa pemerintah Indonesia mengizinkan mereka membeli dan mengeksploitasi primata.
Dalam unggahan lain pada 15 Maret 2023, @primatesfromtheworld juga menerangkan bahwa para influencer sering kali melanggar peraturan tentang bagaimana menggunggah gambar primata secara bertanggung jawab.
Gambar interaksi dengan primata hanya dapat diterima apabila manusia menggunakan perlengkapan pelindung keselamatan seperti masker atau sarung tangan.
Baca Juga: Mengenal Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Eksistensi di Habitat Terakhirnya Semakin Terancam
Konten-konten yang menggunakan primata tersebut menimbulkan kekhawatiran. Status influencer yang diikuti oleh ratusan ribu hingga jutaan orang dapat mendorong orang lain melakukan hal sama.
Sementara primata adalah satwa liar dan satwa liar bukalan peliharaan. Sebagai informasi, bayi primata biasanya dijual secara ilegal dengan cara dipisahkan dari induknya yang dibunuh kemudian diselundupkan.
Selain itu, meskipun makaka bukan kera besar dan tidak dilindungi, tetapi dia adalah pintu gerbang yang dapat membuka peluang terhadap eksploitasi kera besar. Organisasi PBB di bidang lingkungan hidup UNEP (United Nations Environment Programme) menyatakan bahwa perdagangan satwa liar, baik legal maupun ilegal, memiliki risiko yang sama dalam menyebarkan penyakit pemicu pandemi. Oleh karena itu, satwa liar tidak boleh dijadikan peliharaan.***
Artikel Terkait
Bayi Orangutan Lahir di Taman Nasional Gunung Palung, Artis dan Aktivis Cantik Ini Usulkan Empat Nama
Setelah Lebih dari 7 Tahun Jalani Rehabilitasi, Orangutan 'Rocky' dan 'Dora' Dikembalikan ke Habitatnya
Mengenal Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Eksistensi di Habitat Terakhirnya Semakin Terancam